Dalam buku “Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno”, dan “Kisah-kisah Istimewa Inggit Garnasih” saja sudah sangat jelas rekam jejak perempuan kelahiran Banjaran, Bandung ini. Dari seabreg naskah biografis dan kisah-kisahnya menemani Bung Karno yang pernah saya baca, sosok Inggit adalah perempuan bermental baja dan berprinsip sangat kuat. Ia sanggup mengikuti alur pemikiran Soekarno yang teoritis, dan berperan besar dalam melahirkan pikiran-pikiran otoriter Soekarno. Sanggup menanggung materi kehidupan Soekarno mulai dari biaya sekolah sampai berbagai aktivitas politiknya. Bagi sebagian orang pada masanya, memahami pola pikir seorang Soekarno bukanlah hal mudah. Soekarno adalah orang yang penuh dengan rancang bangun, pertimbangan, dan strategi.
Selama di pengasingan Ende, Flores misalnya, Inggit berperan lebih dari seorang istri, teman, dan ibu bagi Soekarno, Inggit juga berusaha untuk menjadi pemasok pikiran-pikiran Soekarno dengan ragam cara. Selama dalam tahanan, ia kerap kali menyelipkan uang pada makanan untuk Soekarno membeli surat kabar, bahkan rela berpuasa agar bisa membelikan berbagai buku-buku yang Soekarno minta. Inggit juga menjadi perantara pesan dari Soekarno kepada akitivis-aktivis pergerakan nasional yang tentu tidak mudah, itu adalah sebuah hal luar biasa dan inggit telah berhasil mejadi perempuan multiperan. Bahkan saat Soekarno dipenjara di Banceuy, Inggit rela berjalan kaki 12 kilo meter jauhnya hanya untuk memberikan makanan kepada Soekarno dan hal yang luar biasa adalah selama menemani perjuangan Soekarno, ia tak pernah mengeluarkan kata keluhan sedikitpun walau harus berkorban pikiran, keringa, dan materi dalam setiap waktu. Maka Inggit adalah seorang penopang dan pembentuk Soekarno hingga menjadi seorang pemimpin besar.
Berbicara kesetiaan, bibit pemikiran, dan kesabaran hingga prinsip seorang perempuan maka berbicara sosok Inggit Garnasih. Walaupun harus berakhir dengan berbagai kepahitan, bagi masyarakat yang sadar akan nilai-nilai perjuangan sosok Inggit adalah pahlawan dari kalangan perempuan yang jasa-jasanya sangat luar biasa. Wacana pengusulan dirinya sebagai pahlawan nasional yang berulang-ulang kali gagal adalah tugas bersama, terutama bagi pemerintahan Jawa Barat saat ini. Ke depan, Inggit harus hadir di meja belajar sekolah anak-anak kita dan menjadi catatan penting yang disematkan oleh generasi bangsa khususnya kaum perempuan.
"Kus, ieu baju téh paméré ti rakyat, kahadé kudu bisa ngajagana jeung ulah mopohokeun ka nu méréna, siga cita-cita urang baheula." kata Inggit sambil memegang bahu Soekarno, 1960.
0 Komentar