ALL IN PRABOWO-GIBRAN 2024

Mengambil jatah sebagai warga negara demokrasi. Bebas memihak dan memilih. Setadinya akan netral, jika perhelatan Pilpres ini diikuti oleh dua pasangan saja. Karena ada tiga, yang memungkinkan terjadi putaran kedua, maka setidaknya berusaha mengajak orang-orang terdekat untuk memilih yang paslon yang sama. Meminimalisir kemungkinan dua putaran yang akan menghabiskan energi dan uang negara lagi. Negara akan menghabiskan anggaran sebesar Rp17 triliun jika Pilpres berlangsung putaran kedua. Kita akan kembali disuguhkan konten-konten buzzer yang lebih tajam, walaupun kita tau itu tidak berkualitas dan tidak fair. Kita akan dicekoki hoax yang dengan lebih massif.

Setelah membaca visi-misi, melihat ketiga paslon menyampaikan gagasannya secara langsung, dan menyimak secara lengkap lima kali debat yang digelar oleh KPU. Cukup rasanya sebagai bahan pertimbangan. Hak suara dalam Presiden dan Wakil Presiden kali ini sudah saya tentukan akan diberikan kepada paslon yang mana.

Menilai masing-masing paslon harus secara rasional. Kita perlu pandai mengatur emosi. Apalagi dalam keseharian, yang mana kita dihimpit oleh mereka yang secara gamblang, fanatik sebagai pendukung. Kadang terbawa juga untuk sekedar menghargai.

Anies Rasyid Baswedan, Capres keturunan Yaman ini bagaimana pun juga dia adalah seorang intelek yang dimiliki Indonesia. Pengalamannya sebagai Mentri Pendidikan dan Kebudayaan dan Gubernur DKI Jakarta adalah modal besarnya. Secara jelas dia selalu mengatakan 'rekam jejak', dan pada debat pamungkas, Anies tampak sangat paham dalam urusan pendidikan. Gagasan perubahan yang diusung oleh koalisinya juga sangat jelas jika dia memimpin nanti, ke mana arah negara ini akan dibawanya.

Abdul Muhaimin Iskandar, saya tidak tau banyak tentang kepemimpinan dia selain menjabat sebagai Ketua Umum PKB dan Anggota DPR RI. Orang yang memiliki histori kontroversial dengan Gus Dur ini juga selalu mengaku bahwa Nahdatul Ulama (NU), pemilih islam tradisional sebagai 'kekuatan' politiknya.

Prabowo Subianto, Capres yang sesungguhnya 'ngadék sacekna, nilas saplasna' dalam kepemimpinannya, atau dapat diartikan sebagai prilaku ketegasan. Mungkin karena sikap militer yang menjadi latar belakangnya. Komitmennya jelas, mewakafkan sisa hidupnya kepada negara. Dia juga seringkali disebut sebagai pemimpin paling ikhlas, walaupun sampai hari ini masalah HAM yang terjadi puluhan tahun yang lalu masih membuntuti karier politiknya. Prabowo telah gamblang mengatakan akan melanjutkan program-program pemerintahan saat ini dengan catatan 'menyempurnakan'.

Gibran Rakabuming Raka, pemimpin muda yang tidak ragu mengambil resiko politik. Hengkang dari PDIP, merapat ke kubu sebrang. Setiap generasi memiliki karakter yang berbeda, pun dalam kepemimpinan. Melihat Surakarta di bawah nahkodanya hari ini mampu melakukan berbagai lompatan. Meskipun saat berbicara pencalonannya, dia harus dihadapkan dengan penilaian publik yang menyangkut Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia pencalonan. Namun tidak ada yang mampu mengelak pula, bahwa hadirnya Gibran dalam kontestasi politik nasional, akan membuka celah bagi anak-anak muda ke depan. Akan ada cara-cara baru pula yang dia bawa, mengingat karakter pemimpin tadi.

Ganjar Pranowo, Capres yang memahami kondisi akar rumput. Berangkat dari masyarakat biasa, dan dia selalu membiasakan diri untuk tidak berjarak dengan masyarakat (juga bagian dari citra politiknya), mendengar suara dari bawah sehingga itu tampak pada program-program yang diusungnya. Pengalaman selama di parlemen dan menjabat Gubernur Jawa Tengah dua periode, sedikit banyaknya akan ada kesamaan cara, sistem, tindak-tanduk dalam kepemimpinannya di nasional. Kader PDIP yang dikenal sangat militan dan patuh terhadap organisasi dan pimpinan itu sangat tampak pada diri Ganjar. Tidak bisa dipungkiri pula rekam jejak partai berlogo banteng itu telah berhasil melahirkan banyak pemimpin.

Mahfud MD, yang dijuluki 'Peluru Tak Terkendali' oleh Gus Dur. Sosok pakar hukum, cendekiawan yang berani dan selalu lugas dalam menyampaikan sesuatu. Pengalamannya di yudikatif dan jabatannya sebagai menteri membuatnya paham betul permasalahan-permasalahan bangsa ini. Terlebih dalam bidangnya, hukum. Korupsi, HAM, hingga pertahanan pun dia sangat paham. Banyak yang bersyukur dalam pemerintahan negeri ini ada seorang Mahfud di dalamnya karena dia bukan sosok yang bisa dimainkan oleh siapapun.

*

Maka jelas bukan, mereka yang manggung dalam Pilpres ini adalah orang-orang yang memiliki sepak terjang jelas. Tidak instan. Hanya persoalan waktu saja yang berbeda. Lantas apa lagi yang mesti diperdebatkan, jika itu kekurangan, maka secara penuh kesadaran, jangankan mereka orang-orang besar yang ditunggangi banyak urusan, wong orang kecil saja, rakyat biasa seperti kita pun sama. Memiliki kelebihan kekurangan, sifat baik dan buruk.

Maka kemudian, dalam memilih satu di antara mereka untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan tidak tepat rasanya jika hanya menggunakan emosi. Jika menggunakan emosi, saya memilih Anies karena kecerdasannya. Saya memilih Prabowo karena dia orang tulus, ikhlas, dan tegas. Saya memilih Ganjar karena merakyat, membela wong cilik. Ketika saya menggunakan emosi untuk mencela pun banyak sekali bahannya. Anies si pandai beretorika, lem Aibon, dan politik identitas. Prabowo si pemilik kejahatan HAM, pengusung politik dinasti. Ganjar si blunder, perusak lingkungan dan HAM masyarakat Wadas. Tetapi itu tidak akan menjadi apa-apa kalau pun kita bicara sampai mulut berbusa.

Bukan satu dua orang yang bilang siapapun presidennya kita tetap cari duit sendiri, kerja sendiri. Itu sangat-sangat benar. Ucapan tersebut adalah sebuah penyimpulan, bahwa intinya jangan terlalu berlebihan. Sewajarnya saja.

Kembali soal pilihan, yang paling tepat adalah mengikuti hati nurani dan keikhlasan. Kepada siapa nurani kita berkata dan ikhlas, negara yang kaya raya ini dipimpin lima tahun ke depan. Hal yang penting juga, perlu disadari bahwa satu suara yang kita miliki amat sangat berharga. Maka gunakan dengan sebaik-baiknya.

Satu suara itu, untuk Pilpres 2024, akan saya berikan kepada pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Kenapa Prabowo-Gibran?

Di tengah krisis global, baik dalam ketahanan energi dan pangan, inflasi, juga ancaman keamanan, negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia dengan 272 juta jiwa, 17 ribu pulau, seribu lebih suku, enam agama, membutuhkan sosok yang mampu menjadi perekat, perangkul, pengayom, tegas, dan memiliki relasi internasional yang baik.

Melihat sosok Prabowo Subianto hari ini dapat dibedakan dengan Prabowo yang dulu. Dalam pengalaman, setidaknya, dia sudah dipertemukan dengan realita kepemimpinan yang dia sendiri mengakui banyak belajar dari Presiden Joko Widodo. Mengurus negara tidak semudah mengotak-atik kata, merangkai cerita abstrak walau sebagaimana indahnya kata-kata. Pengalaman adalah kunci. Prabowo yang menempati jabatan inti di pemerintahan semestinya tau betul bagaimana langkah negara ke depan.

Sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam pemerintahan, semua orang menyadari, pada Pilpres 2019 lalu dia terdorong ambisi yang kencang, dikepung sponsor-sponsor yang mengatasnamakan kepentingan agama. Bahkan surga dan neraka ada dalam politik Indonesia saat itu. Atas dasar itulah, mengapa rasanya sangat tepat jika pada 2019 lalu memilih Jokowi. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam kepemimpinannya. Setidaknya, empat tahun berjalan ini menjadi kawah candradimuka bagi Prabowo sebelum benar-benar menjadi orang nomor satu di negara ini.

Kini Prabowo mengerti apa itu pembangunan dan menyadari bahwa negaranya harus bersikap dewasa dalam pembangunan yang merupakan syarat mutlak untuk menjadi negara maju. Menuntaskan satu persatu cita-cita besar bangsa melalui pembangunan tanpa ada implik-implik kepentingan suatu golongan dan politik. Jika hari ini estafet pemerintahan berubah-ubah arah maka yang terjadi hanyalah ketidakpastian, menambah ketimpangan, dan 'cacag nangkaeun' kalau orang Sunda bilang. Belum selesai yang ini, sudah mengerjakan yang itu. Terus saja begitu yang akhirnya tidak menjadi apa-apa.

Banyak orang percaya, Prabowo yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, dalam hati dan pikirannya hanya ada bangsa dan negara.

Dia menggandeng anak muda bernama Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi. Pasangan calon ini begitu diterpa banyak isu tidak mengenakan, dari mulai batas usia pencalonan hasil putusan MK hingga politik dinasti. Siswa SMA tau, bahwa tidak ada yang namanya politik dinasti dalam negara demokrasi. Bapaknya Walikota dilanjutkan anaknya di kemudian hari, itu bukan dinasti, malah bagian dari demokrasi. Hanya saja ini kontestasi politik nasional yang ditunggangi banyak kepentingan, ya begitulah. Tapi sosok Gibran mampu menghadapi hal-hal demikian dengan santai. Sebagaimana bapaknya yang dituding PKI, antek China waktu itu, yang kini sudah tak terdengar lagi.

Gibran membawa karakter generasinya ke dalam kepemimpinan, milenial, yang mana karakter generasi ini cenderung terbuka dengan urusan perbedaan, ingin cepat bergerak maju, inklusif dan progresif. Hal itu terlihat jelas dalam kinerjanya di Solo. Hari ini orang masih gengsi, tetapi dalam beberapa tahun yang akan datang, banyak yang akan mengakui bahwa kehadiran Gibran dalam kepemimpinan nasional membuka peluang untuk anak-anak muda lainnya. Kita akan banyak disuguhkan kejutan jika Prabowo-Gibran terpilih, utamanya dari Gibran sendiri yang memiliki sifat sulit ditebak seperti Jokowi.

Prabowo-Gibran ini adalah kolaborasi yang ciamik, terlepas dari baik dan buruk paslon lain pun punya. Tapi sayang jika menghabiskan energi hanya untuk menjelek-jelekan. Tidak ada pula keuntungannya. Prabowo-Gibran adalah representasi keinginan milenial dan gen z. Kita sambut 14 Februari 2024 sebagai kemenangan yang membahagiakan, sebagai fase baru Indonesia menuju kemajuan. All in Prabowo-Gibran✌

Posting Komentar

0 Komentar